PERAN FILSAFAT DI DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DAN SEBAIT GORESAN PENULIS UNTUK BERPIKIR TINGKAT TINGGI DENGAN APA YANG TELAH DIPEROLEHNYA
Oleh : Meita Fitrianawati/08301244015/P.Mat Swa 08
Perjalanan kali ini dimulai dengan menuliskan beberapa goresan di dalam berpikir tingkat tinggi, yaitu refleksi. Merefleksi yang telah dilaksanakan oleh penulis selama mengikuti salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa jurdik pendidikan matematika yaitu perkuliahan filsafat pendidikan matematika oleh Bapak Marsigit selaku dosen pengampu. Banyak hal yang saya dapatkan di dalam belajar kuliah filsafat pendidikan matematika. Dimana di dalam kuliah filsafat ini tidak hanya ilmu saja yang kita peroleh akan tetapi sebuah karakter yang tertanam dalam diri kita. Sebuah pencapaian yang indah karena ilmu dapat kita peroleh dengan belajar, membaca dan ilmu dapat kita dapat ketika kita berkemauan untuk belajar sendiri dengan ilmu yang sudah ada akan tetapi sebuah karakter yang tidak dapat kita peroleh secara instan banyak proses di dalamnya dan kita tidak dapat memperoehnya sendiri dengan kita belajar dari pengalaman kita dan orang lain. Berikut beberapa karakter yang harus kita tanamkan untuk kehidupan kita yang akan datang :
1. Jangan sombong
1. Jangan sombong
Hal ini yang selalu didengungkan oleh Bapak Marsigit ketika kita usai tes jawab singkat. Di dalam tes jawab singkat hampir semua siswa tidak lulus. Hal ini memang disengaja karena jika kita nilainya baik, kita sangat rentan akan mitos yang akan membawa kita kepada kesombongan. Dan hal ini menyadarkan kita bahwa kita baru memperoleh sebagian kecil ilmu yang ada dan yang mungkin ada di dunia ini. Sehingga mendorong kita untuk belajar, belajar, dan belajar lagi.
2. Ketika kita berpikir, Letakkan hati di atas pikiran kita
2. Ketika kita berpikir, Letakkan hati di atas pikiran kita
Hati merupakan dimensi paling tinggi di dalam filsafat dan Hubungan kita dengan Tuhan kita adalah hati kita. Sehingga di dalam proses berpikir, letakkan hati di atas pikiran kita sehingga kita tidak akan meragukan adanya Tuhan. Dan hal itu merupakan hal yang harus dihindari di dalam berfilsafat dan segeralah kita mohon ampun kepada Tuhan dan berdoa. Karena doa dan ilmu adalah 2 hal yang mampu melawan mitos dan berjalan secara seimbang karena jika kita berilmu tetapi kita tidak berdoa kitalah orang sombong dan ketika kita berdoa tetapi kita tidak belajar maka kitalah sedang omong kosong.
3. Baca dan tuliskan maka kau akan dianggap ada
3. Baca dan tuliskan maka kau akan dianggap ada
Hal yang harus dilakukan para mahasiswa adalah membaca blog Bapak Marsigit dan mengomentari apa yang tertuang di dalamnya. Semua yang tertuang di dalam blog adalah menyimpan banyak makna yang tersirat sehingga di dalam membaca membutuhkan kondisi yang nyaman bukan kondisi di saat kita patah hati, emosi, marah, dan sedih karena jika kondisi kita seperti itu kita tidak dapat mengilhami isi yang terkandung di dalamnya. Komentar termasuk salah satu pedoman penilaian untuk mata kuliah ini dan merupakan penolong nilai kita. Maka baca dan komentar merupakan suplemen wajib di dalam kita menempuh mata kuliah ini dan di dalam menuliskannya kita harus terhindar dari plagiatism.
4. Percayalah bahwa yang mustahil itu mungkin ada
4. Percayalah bahwa yang mustahil itu mungkin ada
Obyek di dalam kita berfikir adalah yang ada dan yang mungkin ada. Dan semua yang mungkin ada akan menjadi ada tergantung sudut pandang kita di dalam melihatnya. Akan tetapi kita harus ingat bahwa di dalam filsafat berdimensi-dimensi yaitu Tindakan-Tulisan-Pikiran-Hati. Tindakan kita tak mampu untuk mengikuti tulisan kita, tulisan kita tak mampu mengikuti pikiran kita dan pikiran kita tak mampu mengikuti relung hati kita. Dan di dalam kita filsafat tidak ada yang benar dan salah sehingga hal ini mendorong kita untuk bebas berpikir. Dan hubungan yang ada dan yang mungkin ada adalah mereka sama-sama berada di dalam pikiran kita. Dan di dalam berpikir kita harus sopan santun terhadap ruang dan waktu.
5. Berpikir Kritis
5. Berpikir Kritis
Hal yang harus kita punya adalah berpikir kritis. Dengan berpikir kritis kita dapat melawan kejamnya dunia dan tajamnya mitos-mitos.
Mungkin hanya karakter-karakter itu yang dapat saya tuliskan. Dan kehidupan kita sekarang, kita sedang menyelam sambil minum air yaitu selain kita menggapai dunia kita kita juga menggapai akhirat kita, GAMBARU & GANBATTE!
Perjalanan selanjutnya dilanjutkan dengan menggali peran filsafat di dalam pembelajaran di sekolah.
Filsafat di dalam sekolah adalah filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh ilmu pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik. Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar. Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan yang di luar aturan atau ketidaksopan dan santun terhadap ruang dan waktu di dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan. Peranan filsafat pendidikan ditinjau dari tiga pilar di dalam filsafat, yaitu
1. Ontologi
Ontologi merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat. hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Dan Ontologi merupakan hal pokok di dalam pendidikan. Sebagai contoh adalah hakekat anak. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Dan gurulah yang menjadi fasilitas bagi anak di dalam mengembangkan minat dari anak didiknya bukan menjadi determinist bagi anak-didiknya.
Ontologi merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat. hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Dan Ontologi merupakan hal pokok di dalam pendidikan. Sebagai contoh adalah hakekat anak. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Dan gurulah yang menjadi fasilitas bagi anak di dalam mengembangkan minat dari anak didiknya bukan menjadi determinist bagi anak-didiknya.
Dan menurut Ebbut dan Straker (1995) mendefinisikan matematika sekolah yang kemudian disebut sebagai Hakekat Matematika Sekolah sebagai berikut :
1) Matematika adalah penelusuran pola atau Hubungan
2) Matematika adalah kegiatan problem solving
3) Matematika adalah kegiatan investigasi
4) Matematika adalah komunikasi
Dan konsep ini dpandang sebagai alternatif agar matematika di sekolah tampak lebih ramah dan menyenangkan bagi diri siswa
2. Epistemologi
Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para guru adalah epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan beberapa perbedaan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari situasi satu kesituasi lainnya? Dan akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga? Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan memiliki implikasi signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran. Pertama guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Meskipun ada banyak cara mengetahui, setidaknya ada lima cara mengetahui sesuai dengan minat / kepentingan masing-masing guru, yaitu mengetahui berdasarkan otoritas, wahyu tuhan, empirisme, nalar, dan intuisi. Guru tidak hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Dengan demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan dalam menentukan kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.
Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para guru adalah epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan beberapa perbedaan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari situasi satu kesituasi lainnya? Dan akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga? Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan memiliki implikasi signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran. Pertama guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Meskipun ada banyak cara mengetahui, setidaknya ada lima cara mengetahui sesuai dengan minat / kepentingan masing-masing guru, yaitu mengetahui berdasarkan otoritas, wahyu tuhan, empirisme, nalar, dan intuisi. Guru tidak hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Dengan demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan dalam menentukan kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.
3. Aksiologi
Cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk dan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan. Nilai merupakan hubungan sosial. Pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang harus dijawab guru adalah Nilai-nilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa untuk diadopsi? Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi? Nilai-nilai apa yang benar-benar dipegang orang yang benar-benar terdidik? Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan atau ia mampu menjadi saksi bagi keilmuannya.
Cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk dan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan. Nilai merupakan hubungan sosial. Pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang harus dijawab guru adalah Nilai-nilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa untuk diadopsi? Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi? Nilai-nilai apa yang benar-benar dipegang orang yang benar-benar terdidik? Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan atau ia mampu menjadi saksi bagi keilmuannya.
Semoga kelak nantinya kita dapat menjadi guru yang sebenarnya bagi anak didik kita. dan menjadi guru yang kritis dengan segala hal. Amien
SUMBER :
- http://powermathematics.blogspot.com
SUMBER :
- http://powermathematics.blogspot.com
- http://ndankgo.blogspot.com/2010/06/makalh-filsafat-pendidikan.html